Langsung ke konten utama

Jalan-jalan ke Macau (HK Special, Part 4)




Sabtu, 25-07-15
Hong Kong Special Trip
Day 4

Salah satu moto liburan kali ini adalah gamau ribet dengan pengurusan visa. Makanya kami pilih pergi ke Hong Kong. Nah karena sudah sampai ke Hong Kong sekalian kami berkunjung ke Macau. Salah satu daerah istimewa di Cina ini juga ga memerlukan visa. Hanya harus naik kapal kurang lebih satu jam dari Hong Kong dan masuk dengan visa on arrival.

Naik Turbo Jet ke Macau
Kebetulan hotel kami di Tsim Sha Tsui, jadi untuk naik kapal ke Macau kami hanya perlu berjalan kaki ke Hong Kong China Ferry Terminal yang ada di dekat situ. Jalannya lumayan jauh sih, sekitar 15 menit, dan lumayan nyasar-nyasar sedikit. Tapi akhirnya sampai juga di pelabuhannya.

Begitu sampai di terminal ferry ada beberapa pilihan kapal untuk pergi ke Macau. Agak membingungkan karena banyak sekali orang yang menawarkan tiket persis di depan loketnya. Hati-hati karena ternyata mereka adalah calo. Lumayan aneh sih mereka diperbolehkan jualan tepat di depan loket resminya. Jadi abaikan saja cici-cici dan koko-koko calo dan langsung tanya ke penjaga di balik loketnya aja.

Kami memilih naik TurboJet dengan kelas ekonomi. Kapalnya berkapasitas besar jadi alhamdulillah dapet tiketnya ga susah. Untung Ru (15 bulan) ga rewel dan senang-senang aja pertama kali naik kapal laut. Saya, seperti biasa, agak-agak mual.

Sewa Mobil di Macau
Begitu sampai di Macau kami mulai deh celingukan. Masalahnya di sini ga ada MTR seperti di Hong Kong. Jadi gimana ya caranya kita bisa keliling Macau.

Akhirnya setelah didekati beberapa orang yang menawarkan penyewaan mobil dan 1-day tour kami setuju untuk sewa tiga mobil. Harga per mobilnya 1,200 HKD, bisa untuk 7-8 orang, selama 5 jam. Tentunya termasuk supir yang mengajak kita keliling-keliling.

Indian Garden, Makan Halal di Macau
Hari sudah siang, kami pun meminta untuk diantar ke restauran halal terlebih dulu sebelum keliling-keliling. Akhirnya kami diantar ke restauran Indian Garden. Awalnya udah pesimis karena ini restauran India dan saya agak kurang suka makanan India. Ternyata nasi gorengnya enak sekali.

Pemilik restaurannya juga baik. kami diperbolehkan salat di lantai dua, karena sedang tidak ada pengunjung.


Lady Budha, Jembatan Macau-Taipa, Grand Lisboa
Perjalanan kali ini memang agak kurang research, saya pribadi ga baca-baca dulu dengan bener sebenarnya di Macau ada apa aja. Pengetahuan saya hanya sebatas kasino dan reruntuhan St. Paul. itu pun saya juga gatau kenapa bisa runtuh. Hahaha.

Jadi setelah makan pak supir beberapa kali berhenti di depan landmark-landmark Macau untuk sekedar berfoto. Pemberhentian pertama adalah patung Lady Budha dan Jembatan Macau Taipa. Tapi karena cuma punya waktu lima jam, kami cuma liat dari mobil saja dan ga foto-foto. Tapi Mama saya yang di mobil lain sempat turun dan menurut Mama bagus pemandangannya.

Berikutnya kami berhenti untuk berfoto dengan latar belakang gedung Grand Lisboa, gedung tertinggi di Macau. Selain paling tinggi, gedung ini mengambil bentuk bunga lotus yang merupakan lambang dari Macau. Grand Lisboa ini dalamnya adalah hotel dan kasino.

Bersama mobil sewaan dan latar belakang Grand Lisboa

Senado Square
Setelah berfoto cepat dengan Grand Lisboa, kami melanjutkan perjalanan ke Senado Square. Kali ini kami diberi waktu untuk turun dari mobil dan berjalan-jalan sekitar satu jam di salah satu tempat bersejarah di Macau ini.

Seperti namanya, area ini dipenuhi arsitektur bergaya Portugis. Tentu saja karena Macau sempat menjadi pelabuhan Portugis selama bertahun-tahun.






Ruin of St. Paul
Sebenarnya untuk mencapai reruntuhan St. Paul  sangat bisa dengan cara berjalan kaki dari Senado Square. Namun, menurut pak supir, akan memakan waktu lagi kalau setelah selesai dari St. Paul kami harus berjalan balik ke Senado Square. Jadi kami naik mobil untuk pergi ke reruntuhan St. Paul.

The Ruin of St. Paul ini benar-benar menggambarkan namanya. Karena selain tampak depannya yang utuh, bangunan belakangnya hampir sepenuhnya rata tanah. Jadi fasad depan bangunan ini disangga oleh rangka baja supaya tidak roboh. St. Paul ini dulunya adalah gereja Katolik paling besar di Asia pada jamannya. Namun kemudian terbakar saat ada taifun. Jadilah sekarang dijadikan benda cagar budaya.

Saat saya datang kesana sedang ada pameran, sehingga di bagian dalamnya ada konstruksi bambu. Di bagian belakang ada semacam museum kecil yang masuknya harus bergantian karena suasananya harus hening. Haha, agak horor sih bagi saya.



The Venetian 
Tujuan terakhir adalah mal The Venetian. Udah jelas kan dari namanya bahwa ini adalah mal dengan interior seperti di Venesia. Di Venetian ini juga ada kasino besar yang tentunya walaupun saya pengen masuk saya ga masuk karena bawa bocah.

Kami cuma punya waktu satu jam di mal besar ini. Akhirnya ya cuma keliling-keliling sambil belanja souvenier dikit-dikit. Saya soalnya ga mampir pasar untuk beli oleh-oleh khas Macau. Di sini juga lengkap dengan Gondola yang bisa disewa untuk keliling-keliling.

Saya cuma berdoa mudah-mudahan saya bisa ke Venesia benerannya. Mau sebagus apapun kalau namanya replika ga mungkin lah ya sebagus aslinya.



Di The Venetian ini saya juga sempet beli egg tart, kue khas portugis, yang harusnya enakkan ya mengingat sejarahnya dulu Macau diduduki Portugis. Jadi ternyata egg tartnya enak, tapi rasanya ga jauh beda sama Golden Egg yang ada banyak di Jakarta. 

Nah untuk belanja-belanja sedikit di Macau itu semuanya saya pake Hong Kong Dollar. Sebenernya Macau punya mata uang sendiri, tapi HKD juga berlaku di sini. Kalau cuma sehari dari pada ribet-ribet nuker uang mending pake HKD aja.

Sejam sudah berlalu dengan cepat, saatnya kembali ke mobil untuk diantar ke pelabuhan lagi dan bersiap kembali ke Hong Kong. Bye bye Macau! Nice to see you!


Moral, Tips, & Trik
- 1 day trip ke Macau menurut saya cukup banget. Tapi kalau mau lebih puas dan lebih santai mungkin bisa nginep satu hari.

-Menurut pengalaman saya, orang Macau lebih ramah dibandingkan orang Hong Kong.

- Recommended menurut saya pergi ke Macau kalau udah sampai Hong Kong.


SELANJUTNYA >> Chi Lin Nunnery dan Nan Lian Garden (HK Special, Part 4)
SEBELUMNYA >> The Peak & Ngong Ping 360 (HK Special, Part 3)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Restoran Kluwih Sunda Authentic, Bogor

Kalau kebanyakan orang ke restoran karena ingin makanannya, saya dan Bi ke Kluwih karena ingin lihat desainnya. Sebab restoran ini adalah salah satu finalis Himpunan Desain Interior Indonesia (HDII) Award 2017. Sebenarnya pemenangnya, Lemongrass, juga berlokasi di Bogor, namun jaraknya lebih jauh dari hotel tempat kami menginap, Ibis-style Bogor . Kami sengaja datang ke sini untuk makan malam supaya lampu-lampunya menyala. Asumsinya rumah makan sunda ini lebih bagus di waktu malam.

Beli Buku Impor Tanpa Ongkos Kirim

'Selamat Tahun Baru!' Walau sudah kelewat lebih dari dua minggu, tapi ini tulisan pertama saya di tahun ini. Jadi gapapa ya telat.  Mari mengawali tahun ini dengan senang hati. Saya memang lagi senang karena buku pesanan saya via online akhirnya datang juga. Biasanya saya beli buku impor di toko buku seperti Aksara dan teman-temannya. Tapi kadang, buku yang saya pengen ga ada dimana-mana. Mau beli di Amazon juga ga ngerti caranya, takutnya malah mahal kena pajak dan lain-lain. Sekitar dua tahun lalu, teman kerja saya waktu itu pernah cerita tentang hobinya beli buku online. "Kalau gw sering belinya di Book Depository, di sana gratis ongkos kirim ke seluruh dunia." "Woow," pikir saya waktu itu, tapi entah kenapa belum-belum juga nyoba beli di sana.  Desember kemarin, setelah ga berhasil menemukan buku yang saya mau di toko buku, saya akhirnya memutuskan untuk mencoba Book Depository. Cara pesannya super gampang. Tinggal buat  account , terus pi...

Perlukah Insisi Tongue Tie

Ru sudah bukan bayi lagi, tapi pengalaman menjadi ibu baru dan mengurus bayi sangat membekas bagi saya. Itulah mengapa sekali-kali saya bercerita cerita lampau di sini. Siapa tahu ada ibu baru yang mengalami hal serupa dan bisa belajar dari pengalaman saya. Salah satunya adalah tentang tongue tie , salah satu hal yang sempat ditanyakan beberapa teman saya paska melahirkan. Hampir tiga tahun lalu Ru lahir di Rumah Sakit Puri Cinere. Rumah sakit ini pro ASI. Setelah melahirkan, saya dan Ru tidak hanya dikunjungi oleh dokter kandungan dan dokter anak, tapi juga dokter laktasi. Dokter spesialis menyusui datang dan memeriksa apakah cara menyusu bayi sudah benar dan adakah masalah dalam menyusui. Juga mengajarkan posisi menyusui yang benar. Benar-benar membantu karena menyusui itu ternyata tidak semudah kelihatannya. Beberapa hari setelah Ru lahir puting payudara saya lecet (maaf agak vulgar). Menurut dokter laktasi, setelah memeriksa mulut Ru, hal itu disebabkan Ru mengalami tongue ti...