Langsung ke konten utama

Chi Lin Nunnery dan Nan Lian Garden (HK Special, Part 5)


Minggu, 26-07-2015
Hong Kong Special Trip 
Day 5

Hari terakhir di acara jalan-jalan kali ini. Huhu. Rencananya hari ini keluarga besar saya akan pergi ke Shenzhen untuk shopping dan melihat Window of the World. Saya izin untuk tidak ikut rombongan. Besok pagi kami sudah harus kembali ke Indonesia, sepertinya akan terlalu melelahkan untuk Ru (15 bulan).

Akhirnya saya, Bi, dan Ru memutuskan untuk mengunjungi Chi Lin Nunnery dan Nan Lian Garden, yang letaknya berseberangan. Chi Lin Nunnery adalah kuil Budha bergaya Dinasti Tan yang awalnya dibangun pada 1934, dan dibangun ulang pada tahun 1990-an. Sementara Nan Lian Garden adalah taman bergaya klasik Cina yang juga dibuat bergaya Dinasti Tan.


Cara Mencapai Nan Lian Garden
Seperti tempat wisata lainnya di Hong Kong, taman ini cukup mudah dicapai dengan kendaraan umum. Kami naik MTR dan turun di Diamond Hill Station, kemudian keluar di pintu C2. Dari sana, kami hanya harus berjalan kaki selama lima menit.

Nah, karena stasiun MTR ini ada di bawah mal, sebelum jalan-jalan di taman kami sempat makan dulu di Pepper Lunch Food Court Plaza Hollywood, Diamond Hill.

Nan Lian Garden
Suasana Hong Kong juga bagian dari Cina sangat terasa ketika saya sampai ke Nan Lian Garden. Ini adalah tempat yang tepat untuk menghirup udara segar setelah terus menerus berada di antara gedung-gedung selama di Hong Kong. Lebih menyenangkan lagi karena taman ini gratis.



Di dalamnya terdapat semacam museum kecil mengenaik struktur bangunan Chi Lin Nunnery, yang dibuat tanpa paku sama sekali. Sambungan antar kayu pada bangunan di sini dibuat sedemikian mungkin agar kokoh. Ini salah satu satu contoh gambar struktur atap yang ada di museum. Saya sih ga kebayang banget jadi arsitek atau drafter yang bikin gambar kerjanya. Pusing amat ya.


Chi Lin Nunnery
Setelah puas menjelajahi Nan Lian Garden kami pun menyeberang lewat jembatan ke Chi Lin Nunnery. Di sini seperti tipikal bangunan Asia Timur, terdapat tiga gerbang dengan lapangan di belakangnya.

Di dalam bangunan inti terdapat patung-patung Budha berwarna emas. Sayangnya, pengunjung tidak diperbolehkan mengambil gambar patung-patung tersebut. Tempat ini memang lebih terasa sebagai tempat ibadah daripada objek wisata. Saat saya datang, beberapa orang di sana juga tengah berdoa.

Sayangnya saya sama sekali tidak mengerti mengenai agama Budha. Yang pasti di setiap jendela ada patung berbeda-beda pose yang saya juga tidak tau siapa. Hehe.



Nah kalau tadi di Nan Lian Garden ada miniatur konstruksi bangunan, di sinilah bangunan aslinya berada. Sudah pasti sambungan antar kayu ribetnya bukan main.

Jalan-jalan ke tempat ini cukup menyegarkan mata bagi saya. Plus saya nambah ilmu arsitektur lah sedikit-sedikit. Setelah puas keliling kami pun meninggalkan tempat ini. Masih banyak waktu. Saatnya pergi ke tempat berikutnya!

Moral, Tips, & Trik
-Kalau memang punya waktu lebih di Hong Kong bisa berkunjung ke sini, tapi kalau waktunya terbatas ga papa banget di-skip.

-Salah satu tempat wisata untuk jalan-jalan dengan budget terbatas karena masuknya gratis.


PS. Postingan ini mendadak hilang dari blog saya entah kenapa. Ini saya tulis ulang.

SEBELUMNYA  >> Jalan-jalan ke Macau (HK Special, Part 4)
SELANJUTNYA >> Kunjungan ke IKEA, Homeless, dan Hong Kong Space Museum (HK Special, Part 6)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Restoran Kluwih Sunda Authentic, Bogor

Kalau kebanyakan orang ke restoran karena ingin makanannya, saya dan Bi ke Kluwih karena ingin lihat desainnya. Sebab restoran ini adalah salah satu finalis Himpunan Desain Interior Indonesia (HDII) Award 2017. Sebenarnya pemenangnya, Lemongrass, juga berlokasi di Bogor, namun jaraknya lebih jauh dari hotel tempat kami menginap, Ibis-style Bogor . Kami sengaja datang ke sini untuk makan malam supaya lampu-lampunya menyala. Asumsinya rumah makan sunda ini lebih bagus di waktu malam.

Beli Buku Impor Tanpa Ongkos Kirim

'Selamat Tahun Baru!' Walau sudah kelewat lebih dari dua minggu, tapi ini tulisan pertama saya di tahun ini. Jadi gapapa ya telat.  Mari mengawali tahun ini dengan senang hati. Saya memang lagi senang karena buku pesanan saya via online akhirnya datang juga. Biasanya saya beli buku impor di toko buku seperti Aksara dan teman-temannya. Tapi kadang, buku yang saya pengen ga ada dimana-mana. Mau beli di Amazon juga ga ngerti caranya, takutnya malah mahal kena pajak dan lain-lain. Sekitar dua tahun lalu, teman kerja saya waktu itu pernah cerita tentang hobinya beli buku online. "Kalau gw sering belinya di Book Depository, di sana gratis ongkos kirim ke seluruh dunia." "Woow," pikir saya waktu itu, tapi entah kenapa belum-belum juga nyoba beli di sana.  Desember kemarin, setelah ga berhasil menemukan buku yang saya mau di toko buku, saya akhirnya memutuskan untuk mencoba Book Depository. Cara pesannya super gampang. Tinggal buat  account , terus pi...

Perlukah Insisi Tongue Tie

Ru sudah bukan bayi lagi, tapi pengalaman menjadi ibu baru dan mengurus bayi sangat membekas bagi saya. Itulah mengapa sekali-kali saya bercerita cerita lampau di sini. Siapa tahu ada ibu baru yang mengalami hal serupa dan bisa belajar dari pengalaman saya. Salah satunya adalah tentang tongue tie , salah satu hal yang sempat ditanyakan beberapa teman saya paska melahirkan. Hampir tiga tahun lalu Ru lahir di Rumah Sakit Puri Cinere. Rumah sakit ini pro ASI. Setelah melahirkan, saya dan Ru tidak hanya dikunjungi oleh dokter kandungan dan dokter anak, tapi juga dokter laktasi. Dokter spesialis menyusui datang dan memeriksa apakah cara menyusu bayi sudah benar dan adakah masalah dalam menyusui. Juga mengajarkan posisi menyusui yang benar. Benar-benar membantu karena menyusui itu ternyata tidak semudah kelihatannya. Beberapa hari setelah Ru lahir puting payudara saya lecet (maaf agak vulgar). Menurut dokter laktasi, setelah memeriksa mulut Ru, hal itu disebabkan Ru mengalami tongue ti...