{This post along with a previous and a next posts are specially written for Kompetiblog 2013. It might be different from my usual posts}
Yang pernah belajar geografi pasti tau bahwa dua pertiga wilayah Belanda berada di bawah permukaan laut dan karena itulah Belanda paling siaga tentang air. Kekhawatiran akan masuknya air laut ke daratan kini tidak hanya punya Belanda. Jika global warming benar-benar terjadi dan air laut naik, semua Negara di dunia akan mengalami masalah yang sama dengan negeri kincir ini.
Ketika Negara lain masih ragu dan berdebat untuk membuat pertahanan terhadap air laut, Belanda sudah mengeluarkan biaya banyak dan telah membuat rencana menghadapi pemanasan global untuk 200 tahun ke depan.
Usaha Belanda antara lain mempertinggi bendungan, reklamasi pantai, dan membuat kincir angin. Tapi, usaha untuk menahan dan memompa air kembali ke laut tidak selamanya bisa dilakukan kalau air laut terus naik. Belanda pun mulai berfikir untuk membiarkan sebagian air masuk, misalnya dengan mengorbankan daerah di bantaran sungai dan membuat semuanya serba mengapung.
Serba Mengapung
Salah satu yang sudah dibuat adalah rumah amfibi karya perusahaan konstruksi Dura Vermeer. Rumah ini dibangun di tanah, namun mengapung ketika air sungai naik. Ada juga komplek perumahan mengapung di Ijburg karya biro arsitek Marlies Rohmer. Berbeda dengan rumah amfibi, perumahan ini sepenuhnya dibangun di atas air dan dapat diakses dengan kapal. Selain itu ada juga paviliun mengapung karya perusahaan Deltasync yang merupaka prototype untuk proyek besar mereka: kota di atas air.
Rumah amfibi di Maasbommel, Belanda karya perusahaan konstruksi Dura Vermeer.
Dibangun tahun 2003-2006.
(sumber: worldoceanreview, serbert, greathighway)
Tujuh puluh lima rumah mengapung karya biro arsitek Marlies Rohmer
dengan akses jalan di bagian belakang dan akses untuk kapal di bagian depan.
(©Marcel van der Burg via Arcdaily)
Floating pavilion di Rotterdam karya Deltasync.
(sumber: urbanomnibus, eureka)
Selain bangunan, Belanda juga membuat bus amfibi yang dinamakan Floating Dutchman. Saat ini digunakan sebagai bus wisata untuk melintasi kanal-kanal di Amsterdam.
Floating Dutchman
(sumber: coolcapitals, austrianwings)
Tak berhenti di sana, ada banyak proyek lain yang masih dalam tahap rancangan. Misalnya pembuatan airport, pantai buatan, dan juga taman mengapung.
Desain airport mengapung gagasan Royal Haskoning untuk menambah kapasitas Schiphol Airport di Amsterdam │ Desain floating garden/spa wellness karya Anne Holtrop untuk dibuat di Ijburg │ Rancangan pantai buatan karya Dutch Docklands untuk pengganti pantai yang ‘hilang’.
Dari Belanda untuk Dunia
Selain di negaranya sendiri, Belanda juga ingin menyebarkan ‘gaya’ mengapung ke Negara-negara lain. Salah satu yang telah dibuat adalah pemecah ombak mengapung di Yunani.
Teknologi pemecah ombak mengapung buatan insinyur belanda di Yunani tahun 2004.
(sumber: fdn-engineering)
Juga ada beberapa rancangan yang belum direalisasikan, misalnya lapangan golf mengapung di Maldives dan floating hotel di Norway oleh perusahaan Dutch Dockland.
Rancangan floating hotel dan golf court karya Dutch Dockland.
(sumber: dutch dockland)
Tak hanya yang sifatnya komersial, ada juga proyek yang bersifat sosial. Contohnya desain kampung mengapung untuk daerah kumuh di Banglades oleh Waterstudio. Rancangan ini akan segera direalisasikan. Selain itu ada juga sekolah mengapung di Nigeria, yang merupakan kolaborasi desainer Nigeria dan Belanda.
Desain Waterstudio untuk memperbaiki kehidupan perkampungan kumuh di Korail, Bangladesh.
(sumber: water studio)
Sekolah mengapung kolaborasi arsitek Nigeria dan Belanda di Makoko, Nigeria.
(sumber: architizer)
Paling Siap
Teknologi floating inilah yang merupakan ‘Bahtera Nuh Belanda’. Di kala air laut naik dan semua negara kesulitan hidup dengan normal, Belanda telah beradaptasi dan bersahabat dengan air. Saat negara lain belum berbuat apa-apa untuk menahan masuknya air, Belanda sudah loncat ke langkah berikutnya.
Dalam menghadapi pemanasan global ini, Belanda adalah pionir yang mau tak mau harus diikuti oleh negara lain jika ingin bertahan.
Negara tulip ini bahkan telah menawarkan bantuan ke Indonesia untuk penanggulangan global warming. Di saat air laut naik, Indonesia menjadi salah satu negara paling beresiko. Selain karena negara kita belum siap, juga karena kurangnya dana untuk membuat infrastruktur yang diperlukan.
Belanda kayaknya emang udah paling ahli ya kalo urusan sama air. Secara kebanyakan wilayah daratan mereka dibawah permukaan laut gitu.. ckckck
BalasHapus