Langsung ke konten utama

Tentang Islam dan Eropa

Dari dulu saya emang suka baca buku. Suka sekali. Belakangan saya lebih sering baca buku bahasa Inggris. 
Kalaupun ternyata jelek, paling ngga saya melatih kemampuan bahasa inggris saya, itu alasannya. Beli buku bahasa Indonesia itu lebih beresiko. Selain kalau jelek kita gak bakal dapat manfaat, juga karena rugi waktu dan finansial. Hehehe.

Tapi buku yang baru saya baca ini bagus. Buku bahasa Indonesia. Saya gak beli sendiri, tapi punya kakak ipar saya. Bagus kata kakak saya, makanya saya baca. Ternyata selera kita kali ini sama. Saya setuju. Buku ini bagus.




Bercerita tentang pengalaman penulis menapak jejak Islam di Eropa. Kalau dipikir-pikir, meskipun saya sekolah di sekolah Islam, saya gak tau banyak tentang sejarah Islam paska meninggalnya nabi Muhammad. Gak kebayang dan entah kenapa gak tertarik tentang dinasti umayah dan teman-temannya. Tapi penulis buku ini, yang adalah anak Amien Rais, berhasil bikin saya super tertarik. Bravo!

Tapi hati-hati,  buku ini punya efek samping, bikin kita pengen juga menjelajah Eropa. Dari dulu saya emang pengen, tapi sekarang jadi super duper pengen. Hehehe.. Semoga tercapai. Amiiin..

P.s. Satu yang saya suka, buku ini ga berkesan 'ngambang' kayak buku-buku perjalanan mencari tujuan hidup ala bule. 

Komentar

  1. Eeeeh, Kikiiii...aku juga baca buku ini, lho. Memang bagus! :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Restoran Kluwih Sunda Authentic, Bogor

Kalau kebanyakan orang ke restoran karena ingin makanannya, saya dan Bi ke Kluwih karena ingin lihat desainnya. Sebab restoran ini adalah salah satu finalis Himpunan Desain Interior Indonesia (HDII) Award 2017. Sebenarnya pemenangnya, Lemongrass, juga berlokasi di Bogor, namun jaraknya lebih jauh dari hotel tempat kami menginap, Ibis-style Bogor . Kami sengaja datang ke sini untuk makan malam supaya lampu-lampunya menyala. Asumsinya rumah makan sunda ini lebih bagus di waktu malam.

Beli Buku Impor Tanpa Ongkos Kirim

'Selamat Tahun Baru!' Walau sudah kelewat lebih dari dua minggu, tapi ini tulisan pertama saya di tahun ini. Jadi gapapa ya telat.  Mari mengawali tahun ini dengan senang hati. Saya memang lagi senang karena buku pesanan saya via online akhirnya datang juga. Biasanya saya beli buku impor di toko buku seperti Aksara dan teman-temannya. Tapi kadang, buku yang saya pengen ga ada dimana-mana. Mau beli di Amazon juga ga ngerti caranya, takutnya malah mahal kena pajak dan lain-lain. Sekitar dua tahun lalu, teman kerja saya waktu itu pernah cerita tentang hobinya beli buku online. "Kalau gw sering belinya di Book Depository, di sana gratis ongkos kirim ke seluruh dunia." "Woow," pikir saya waktu itu, tapi entah kenapa belum-belum juga nyoba beli di sana.  Desember kemarin, setelah ga berhasil menemukan buku yang saya mau di toko buku, saya akhirnya memutuskan untuk mencoba Book Depository. Cara pesannya super gampang. Tinggal buat  account , terus pi...

Perlukah Insisi Tongue Tie

Ru sudah bukan bayi lagi, tapi pengalaman menjadi ibu baru dan mengurus bayi sangat membekas bagi saya. Itulah mengapa sekali-kali saya bercerita cerita lampau di sini. Siapa tahu ada ibu baru yang mengalami hal serupa dan bisa belajar dari pengalaman saya. Salah satunya adalah tentang tongue tie , salah satu hal yang sempat ditanyakan beberapa teman saya paska melahirkan. Hampir tiga tahun lalu Ru lahir di Rumah Sakit Puri Cinere. Rumah sakit ini pro ASI. Setelah melahirkan, saya dan Ru tidak hanya dikunjungi oleh dokter kandungan dan dokter anak, tapi juga dokter laktasi. Dokter spesialis menyusui datang dan memeriksa apakah cara menyusu bayi sudah benar dan adakah masalah dalam menyusui. Juga mengajarkan posisi menyusui yang benar. Benar-benar membantu karena menyusui itu ternyata tidak semudah kelihatannya. Beberapa hari setelah Ru lahir puting payudara saya lecet (maaf agak vulgar). Menurut dokter laktasi, setelah memeriksa mulut Ru, hal itu disebabkan Ru mengalami tongue ti...